Article Detail

KURIKULUM 2013 DIHENTIKAN, NAMUN TIDAK DIHAPUS

Terhitung satu setengah bulan setelah pasangan Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Wiodo dan Jusuf Kalla dilantik, beberapa kebijakan yang ditetapkan menteri kabinet kerja bentukan pasangan presiden mulai dirasakan. Beberapa kebijakan mendapat dukungan dan beberapa lainnya menuai kritik pedas, karena dianggap kontroversial dan beresiko.

Terlepas dari ada atau tidaknya kritik tersebut, sebenarnya kebijakan-kebijakan yang dihasilkan tidak lahir begitu saja. Kebijakan diambil berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan. Beberapa menteri kabinet kerja sejak hari pertama dilantik, langsung tancap gas melakukan aksi blusukan, seperti yang sering dilakukan oleh Presiden Jokowi Dodo sewaktu menjabat Walikota Solo dan Gubernur Jakarta.

Hasil blusukan pun tampak, beberapa menteri mengeluarkan kebijakan yang dianggap positif dan mampu mendukung kinerja dari sektor yang dipimpin masing-masing kementerian. Sebut saja Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Sosok nyentrik dalam susunan kabinet kerja bentukan Pasangan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla ini, menghentikan sementara izin penangkapan ikan oleh kapal besar, melarang kapal ikan alih muatan di tengah laut, dan menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia.

Ada juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said yang mengambil langkah cepat membentuk tim anti mafia migas. Hal ini dilakukannya untuk menunjukkan komitmen membersihkan sektor energi dari koruptor.

Jumat (5/12/14), kebijakan penting juga diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan. Beliau memutuskan untuk menghentikan sementara penerapan Kurikulum 2013 yang dianggap setengah matang. Penghentian penerapan Kurikulum 2013 berdasarkan pada laporan hasil pengkajian tim yang secara khusus dibentuk untuk mengevaluasi efektivitas implementasi Kurikulum 2013 di lapangan. Kabar ini disambut suka-cita oleh para guru, khususnya guru-guru di daerah terpencil yang merasa terbebani oleh penerapan kurikulum setengah matang, yang pada akhirnya hanya menimbulkan masalah.

Sejak awal, para guru memang menaruh harapan besar terhadap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan. Harapan tersebut bukan tanpa alasan. Para guru menilai sosok Anies Baswedan memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menata pendidikan di Indonesia, apalagi dengan latar belakang beliau di bidang pendidikan yang layak diperhitungkan. Gambaran nyata tentang kualitas pendidikan di daerah-daerah terpencil tentu ia dapatkan dari Program Indonesia Mengajar yang pernah ia rintis. Beranjak dari pengalaman dan pemahaman beliau tersebut, maka wajar, jika para guru menaruh harapan yang begitu besar terhadap sosok Anies Baswedan.

Bahkan di salah satu sekolah swasta di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, para guru bertepuk tangan setelah mendengar informasi dari kepala sekolah, bahwa penerapan Kurikulum 2013 segera dihentikan. Hal ini mengindikasikan bahwa guru-guru sangat kesulitan menerapkan kurikulum kilat, Kurikulum 2013. Tidak hanya guru, siswa dan orangtua pun kebingungan menghadapi perubahan yang begitu signifikan. Kebijakan menghentikan penerapan Kurikulum 2013 ini dinilai sebagai langkah yang sangat tepat. Meskipun penghentian tersebut hanya bersifat sementara, sambil menunggu proses penyempurnaan Kurikulum 2013 bersama sekolah-sekolah yang ditetapkan sebagai sekolah pengembangan dan percontohan.

Jawaban Kegundahan Guru

Bagi penulis sendiri sebagai guru dan pelaksana kebijakan di lapangan, penghentian penerapan Kurikulum 2013 merupakan jawaban dari kritik yang penulis sampai pada artikel sebelumnya berjudul “Kurikulum 2013 Sudah Diterapkan” yang dimuat di Kompas Siang, 7 Oktober 2014 lalu. Dalam artikel tersebut penulis mengungkapkan bahwa Kurikulum 2013 kontekstual dalam pengembangan, namun tidak dalam terapan, artinya dunia pendidikan Indonesia memang membutuhkan terobosan, seperti yang tertuang dalam Kurikulum 2013, untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik. Akan tetapi, proses sosialisasi dan pemenuhan fasilitas pembelajaran yang tidak dilakukan secara merata di seluruh Indonesia, mengakibatkan Kurikulum 2013 seperti boomerang bagi para guru dan peserta didik.

Penulis menegaskan bahwa ada kekeliruan pola pikir dalam penerapan Kurikulum 2013, di mana kurikulum diterapkan terlebih dahulu baru kemudian guru dipaksa menyesuaikan diri. Jika pemerintah serius, seharusnya para guru dipersiapkan terlebih dahulu baru kurikulum diterapkan. Hampir mustahil bagi para guru menerapkan Kurikulum 2013 secara utuh tanpa mendapat pembekalan yang memadai.

Apa yang penulis sampaikan bahwa Kurikulum 2013 tidak akan mungkin bisa diterapkan secara maksimal tanpa persiapan memadai, kini terbukti. Kurikulum 2013 pada akhirnya menjadi produk gagal yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya, yang berniat meningkatkan kualitas pendidikan, namun tidak pernah mencoba menggali permasalahan yang  sedang dihadapi sampai ke akar rumput.  

Sampai saat ini pun, ketika Kurikulum 2013 secara resmi diberhentikan, penulis sebagai pendidik belum pernah mendapatkan pelatihan dari pemerintah terkait implementasi Kurikulum 2013. Maka, wajar apabila Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, memberhentikan sementara pelaksanaan Kurikulum 2013, karena tidak bisa mengatasi masalah dan justru menambah masalah bagi dunia pendidikan Indonesia.

Faktor-Faktor yang Menjadi Pertimbangan

Berdasarkan surat edaran nomor: 179342/MPK/KR/2014 yang dipublikasikan melalui website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Kurikulum 2013, disebutkan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan mendasar bagi Kemendikbud memberhentikan penerapan Kurikulum 2013. Faktor-faktor tersebut antara lain:

Pertama, bahwa dunia pendidikan Indonesia sedang menghadapi masalah yang tidak sederhana, karena Kurikulum 2013 diproses secara amat cepat dan bahkan sudah diputuskan untuk dilaksanakan di seluruh Indonesia, sebelum kurikulum tersebut dievaluasi secara lengkap dan menyeluruh.

Untuk diketahui bahwa Kurikulum 2013 telah diterapkan di 6.221 sekolah sejak Tahun Pelajaran 2013-2014. Pada tahun pelajaran 2014-2015, semua sekolah di seluruh Indonesia wajib menerapkan Kurikulum 2013.

Di sisi lain, Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 tentang evaluasi Kurikulum 2013, baru dikeluarkan tanggal 14 Oktober 2014, tiga bulan sesudah Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh Indonesia. Pertanyaannya, bagaimana pemerintahan yakin bahwa Kurikulum 2013 cocok diterapkan di seluruh Indonesia, apabila evaluasi secara menyeluruh belum sempat dilaksanakan? Bahkan Permendikbud tentang evaluasi kurikulum baru dikeluarkan tiga bulan setelah kurikulum 2013 diterapkan.

Alangkah bijaksananya, apabila evaluasi dilakukan secara lengkap dan menyeluruh sebelum Kurikulum 2013 diterapkan di seluruh sekolah. Konsekuensi dari penerapan menyeluruh sebelum evaluasi lengkap dilaksanakan adalah munculnya masalah-masalah yang sesungguhnya bisa dihindari jika proses perubahan dilakukan secara lebih menyeluruh dan tidak terburu-buru.

Kedua, masalah konseptual, ada ketidakselarasan antara ide dengan desain kurikulum. Gagasan awal Kurikulum 2013 adalah ingin membentuk peserta didik yang cerdas, terampil, dan berakhlak mulia. Namun, ketika kurikulum diterapkan, para guru kesulitan karena masih dibingungkan dengan pendekatan scientific dan instrumen penilaian yang begitu rumit. Sampai saat ini, ketika siswa sudah hampir menyelesaikan ulagan akhir semester pertama, format raport kurikulum 2013 masih belum jelas, sekolah-sekolah di Sumatera Selatan masih berencana akan menggunakan raport sementara sambil menunggu format dari Pemerintah. Permendikbud 104 tentang penilaian pun baru dikeluarkan Oktober 2014 lalu. Belum selesai masalah raport dan penilaian, sekarang Kurikulum 2013 sudah hentikan, para guru pun semakin bingung, mana yang harus diikuti, menggunakan format raport KTSP atau Kurikulum 2013?

Ketiga, masalah teknis penerapan, seperti berbeda-bedanya kesiapan sekolah dan guru, belum merata dan tuntasnya pelatihan guru dan kepala sekolah, serta penyediaan buku yang belum tertangani dengan baik. Peserta didik, guru, dan orang tua pula yang akhirnya harus menghadapi konsekuensi atas penerapan kurikulum yang dipaksakan.

Permasalahan-permasalahan tersebutlah yang menjadi dasar pengambilan keputusan terkait penghentian penerapan Kurikulum 2013. Namun, di balik itu semua, menurut Anies Baswedan, yang menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan penghentian Kurikulum 2013 adalah kepentingan peserta didik.

Keputusan

Melalui surat edaran nomor: 179342/MPK/KR/2014 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia memutuskan bahwa pemerintah menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014-2015. Sekolah-sekolah ini diimbau untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 (KTSP). Para guru diminta untuk lebih variatif mengembangkan metode pembelajaran di kelas. Kreativitas dan keberanian guru untuk berinovasi dan keluar dari cara mengajar tradisional adalah kunci bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.

Bagi sekolah-sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum 2013 selama tiga semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013-2014 diimbau untuk tetap melanjutkan penerapan Kurikulum 2013. Sekolah-sekolah tersebut akan dijadikan sebagai sekolah pengembangan dan percontohan penerapan Kurikulum 2013.

Pada saatnya nanti, ketika Kurikulum 2013 telah diperbaiki dan dimatangkan, sekolah-sekolah ini akan memulai proses penyebaran penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya. Pemerintah akan bekerjasama dengan sekolah-sekolah tersebut mematangkan Kurikulum 2013, sehingga siap diterapkan secara nasional dan disebarkan ke sekolah-sekolah lain.

Pemerintah juga akan mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kemendikbud akan melakukan perbaikan mendasar terhadap Kurikulum 2013 agar dapat dijalankan dengan baik oleh guru-guru di dalam kelas, serta mampu menjadikan proses belajar di sekolah menyenangkan bagi peserta didik.

Pada akhirnya, keputusan penghentian sementara, Kurikulum 2013, bukanlah menjadi hal yang utama. Penyempurnaan kurikulum memang harus dilakukan secara berkala, menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Namun, untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan membuat siswa merasa nyaman mengikuti aktivitas pembelajaran di kelas, kita sebagai guru tidak harus menunggu kurikulum disempurnakan, karena pergantian kurikulum terbukti tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas output peserta didik, yang harus dilakukan saat ini adalah para guru harus berani berinovasi dan keluar dari zona nyaman, yaitu mengajar dengan gaya tradisional. Para guru harus berani mencoba metode pembelajaran baru yang mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik untuk mengembangkan diri, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.

 

Oleh,

 

WELLY HADI NUGRHO SERAN, S. PD.

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment