Article Detail

KURIKULUM 2013 PERLU MASA TRANSISI

Gonjang-ganjing mengenai akan diterapkannya kurikulum 2013 terus menjadi topik hangat di kalangan para guru, khususnya di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Sebagian menanggapi dengan nada optimis, tetapi tidak sedikit pula yang menyangsikan keefektifan kurikulum 2013, karena proses sosialisasi yang dinilai lamban, sementara penerapannya terkesan dipaksakan. Perasaan serupa mungkin dialami pula oleh seluruh guru di pelosok negeri yang bahkan mungkin sampai detik ini masih ada yang belum mengetahui rencana penerapan kurikulum baru, kurikulum 2013. Tulisan kecil ini mewakili perasaan sebagian besar guru, terutama yang bertugas di daerah-daerah terpencil tentang penerapan kurikulum 2013 yang dinilai prematur.

Kurikulum 2013 membutuhkan masa transisi setidaknya sampai tahun 2015, agar penerapannya maksimal dan hasil yang dicapai sesuai ekspektasi. Luas daratan Indonesia yang mencapai 1.910.931 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 240.000.000 jiwa, menjadi alasan yang cukup bagi pemerintah menunda penerapan kurikulum 2013. Belum lagi masalah geografis dan infrastruktur di mana Indonesia merupakan negara kepulauan dengan pembangunan yang belum merata. Jika di tingkat kabupaten kota saja sosialisasi belum bisa dilakukan secara merata, lalu bagaimana dengan daerah-daerah terpencil dengan tingkat kesulitan secara geografis, infrastruktur, dan kemampuan penafsiran tenaga pendidik yang beragam?

Dasar pemikiran pengembangan kurikulum 2013 memang positif, bahkan jika diterapkan secara maksimal, kurikulum 2013 dapat menjadi solusi bagi berbagai persoalan yang sedang dihadapi di Indonesia saat ini, terutama masalah kualitas sumber daya manusia yang masih rendah dan belum mampu bersaing dengan negara-negara lain, bahkan di level asia tenggara sekalipun. Namun, kurikulum yang sudah matang dengan visi luar biasa, bisa saja tidak akan menimbulkan dampak positif tehadap perkembangan dunia pendidikan, apabila tidak dipahami secara seragam karena penerapannya yang dipaksakan tanpa melalui proses sosialisasi yang memadai sampai ke pelosok negeri.

Antara Ekspektasi dan Sosialisasi Harus Seimbang
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengertian tersebut merujuk pada dua dimensi kurikulum. Pertama, rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran. Kedua, metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Kedua dimensi kurikulum inilah yang perlu mendapatkan penekanan serius dalam proses sosialisasi agar komponen-komponen pendidikan yang berada di daerah-daerah terpencil mendapatkan pemahaman yang sama mengenai isi dan visi kurikulum 2013. Bagi guru-guru yang bertugas di kota-kota besar mungkin kedua masalah pokok tersebut tidak menjadi masalah serius, tetapi bagaimana dengan guru-guru di daerah terpencil dengan segala keterbatasannya?

Harus diakui bahwa tujuan yang akan dicapai dari pengembangan kurikulum 2013 sesuai dengan arah perkembangan zaman, yaitu untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia agar memiliki kemampuan untuk hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, dan inovatif serta mampu berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum 2013 dikembangkan secara kontekstual, dengan mengupayakan solusi bagi berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi oleh masyarakat Indonesia ke depan.

Pendidikan memang memegang peran yang sangat vital dalam proses perkembangan suatu bangsa. Bangsa yang mengalami ketertinggalan dalam dunia pendidikan tentu juga akan mengalami ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan lainnya, terutama aspek terknologi informasi dan perekonomian. Meskipun tujuan yang akan dicapai sangat menjanjikan dan relevan dengan tuntutan zaman, jika sosialisasi kurang maksimal, hasil yang akan dicapai pastilah tidak akan maksimal pula. Perbedaan penafsiran para guru sebagai ujung tombak pelaksana kurikulum 2013 di lapangan sangat mungkin terjadi, sehingga efektivitas pelaksanaan kurikulum 2013 diragukan.

Kurikulum 2013 sebagai Jawaban Tantangan Dunia Pendidikan
Di sisi lain, kurikulum 2013 muncul sebagai jawaban dari tantangan internal dan eksternal dunia pendidikan di Indonesia. Tantangan internal terkait dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan yang harus terus mengalami pegembangan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi informasi, dan kebutuhan peserta didik.

Perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif juga menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan Indonesia. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif, 15 sampai dengan 64 tahun lebih banyak dari usia tidak produktif, yaitu anak-anak berusia 0-14 tahun dan orangtua berusia 65 tahun ke atas. Jumlah penduduk usia produktif diprediksi akan mencapai puncaknya pada tahun 2020 sampai dengan 2035. Oleh sebab itu, tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar sumber daya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasi menjadi sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban.

Tantangan eksternal muncul dari arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, serta perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern.

Selain itu, keikutsertaan Indonesia dalam Program for International Student Assessment (PISA) juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil survei terakhir yang dilakukan, Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 peserta PISA. Hasil ini memberikan sinyal kuat bahwa kemampuan siswa-siswi kita di bidang matematika, sains, dan membaca yang menjadi indikator penilaian PISA masih sangat minim, karena kurikulum yang ada (KTSP) belum mampu memacu siswa untuk berprestasi dalam tiga aspek tersebut.

Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut sisi kedinamisan kurikulum harus dimanfaatkan, sehingga lahirlah kurikulum 2013 yang dianggap mampu menjadi solusi bagi berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia. Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa langkah yang diambil oleh pemerintah melalui pengembangan kurikulum 2013 sangatlah tepat.

Hadirnya kurikulum 2013 akan mengubah mindset para guru tentang desain pembelajaran yang menarik dan dapat memacu siswa untuk berinovasi. Gaya belajar tradisional yang berpusat pada guru akan berubah menjadi berpusat pada siswa. Peran guru bukan lagi menjadi sumber tunggal materi ajar, melainkan sebagai fasilitator, motivator, dan rekan belajar bagi siswa dalam upaya mencapai kompetensi dasar (KD) dan kompetensi inti (KI) yang telah ditetapkan dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.

Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang menjelaskan bahwa  desain pembelajaran yang diharapkan dari pengembangan kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang dapat menumbuhkan partisipasi aktif peserta didik. Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama. Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal, monodiscipline menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak multidisciplines, dan pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis. Peserta didik diberi ruang seluas-luasnya untuk mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki “tanpa ada batasan”. Peserta didik dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia dan tidak hanya bergantung pada materi yang disampaikan guru.

Dari pemaparan tersebut penulis berkesimpulan bahwa pengembangan kurikulum 2013 memang sangat relevan dengan arah perkembangan zaman. Bahkan jika diterapkan sesuai dengan karakteristik dan prosedur pembelajaran yang ditetapkan, tidak ada keraguan bahwa kurikulum 2013 memang sangat dibutuhkan untuk perkembangan pendidikan di Indonesia. Dengan anggaran pendidikan yang cukup besar 20% APBN, pemerintah tentu mengharapkan perubahan yang signifikan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, agar tidak jauh tertinggal dari negara-negara lain, terutama negara-negara di kawasan asia tenggara. Namun, untuk memperoleh hasil yang maksimal, proses yang panjang harus dilalui, tidak bisa hanya mengandalkan cara-cara instan. Langkah pemerintah yang terkesan terburu-buru menerapkan kurikulum 2013, tanpa diikuti proses sosialisasi yang maksimal hanya akan menimbulkan kebingungan, terutama bagi guru-guru di daerah terpencil. Kebingungan atau kesalahpahaman yang terjadi akan berdampak sistemik pada proses penerapan kurikulum 2013 di lapangan nantinya.
 
 
WELLY HADI NUGROHO SERAN, S. Pd.
PENDIDIK DI YAYASAN TARAKANITA
WILAYAH LAHAT, SUMATERA SELATAN
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment