Article Detail
MENJADI GURU ADALAH PANGGILAN
Tanpa terasa hampir 30 tahun sudah Ibu Dra. Sri Suratini mengabdikan diri bagi dunia pendidikan. Memasuki masa pensiun, berbagai pengalaman, baik suka maupun duka menjalani profesi sebagai seorang guru tentu sudah banyak dirasakan olehnya.
Guru pengampu mata pelajaran Ekonomi dan Akuntansi ini telah mengajar di SMA Santo Yosef sejak 1 Februari 1987 silam. Selama mengajar di SMA Santo Yosef, Ibu Sri mengaku memiliki banyak pengalaman suka maupun duka. Awalnya, beliau mengaku sempat mengalami yang namanya shock cuture (kaget budaya) ketika baru memulai karier keguruan di Kabupaten Lahat.
“Awalnya saya sedikit kaget karena daerahnya masih banyak hutan, selain itu orang-orang di Lahat memiliki watak yang sangat berbeda dengan orang Jawa. Namun demikian, hal tersebut justru membuat saya merasa penasaran dan tertantang bagaimana rasanya mengajar siswa-siswi dari latar belakang budaya yang berbeda-beda,” katanya.
Dalam perjalanan karier mengajarnya, Ibu Sri mengakui bahwa proses belajar mengajar memang tidak selamanya berjalan seperti yang diharapkan. Perjumpaan bersama siswa-siswi dengan berbagai macam karakter terkadang menjadi tantangan tersendiri. Beliau mengakui bahwa meskipun sudah lama mengajar, terkadang masih merasa jengkel terhadap siswa-siswi yang sulit di atur. Akan tetapi, hal-hal semacam itu beliau anggap sebagai bumbu dalam perjalanan karier seorang guru.
Berkait profesi guru yang sudah dijalaninya selama hampir 30 tahun, Ibu Sri justru mengatakan kalau awalnya beliau tidak ingin menjadi guru, tetapi karena teman-teman dekatnya banyak yang memilih untuk masuk ke jurusan ekonomi dan akuntansi beliau pun akhir mengikuti dan kemudian menjadi guru. Bagi Ibu Sri yang dikenal sangat disiplin terhadap siswa-siswinya ini, menjadi guru merupakan sebuah panggilan hidup yang harus ia jalani.
Lebih lanjut Ibu Sri menuturkan bahwa menjadi guru haruslah dinamis, agar bisa menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terkadang berlangsung begitu cepat. “Adakalanya menjadi guru itu harus mengerti kondisi, karena zaman dahulu sangatlah berbeda dengan zaman sekarang” katanya.
Beliau pun mencoba membandingkan kondisi siswa-siswi sekarang dengan siswa-siswi ketika dulu beliau baru memulai karier mengajarnya. “Kalau dulu banyak murid yang sering bertengkar, tetapi kalau sekarang sudah jarang ada murid-murid yang bertengkar,” kenangnya. Perubahan seperti ini seharusnya dapat dibaca sebagai perkembangan positif, sebagai buah dari proses pendidikan yang berkesinambungan.
Ketika ibu Sri ditanya tentang rencananya untuk mengisi masa-masa pensiun, beliau pun tersenyum – sedikit tertawa kecil. “Sebenarnya saya sudah pensiun sejak tanggal 1 April namun karena suatu hal, saya harus pensiun saat akhir semester tepatnya di bulan Juli,” katanya. Berkait rencana pensiun, beliau mengatakan bahwa ia memiliki keinginan untuk bisa merawat orangtuanya yang saat ini berada di Jawa.
Mengakhiri perjumpaan dengan Tim Mapen, Ibu Sri berpesan kepada siswa-siswi agar selalu berusaha di setiap pelajaran sehingga hasil yang akan diperoleh memuaskan. Selain itu, beliau juga berpesan kepada guru-guru di SMA Santo Yosef Lahat, agar senantiasa dapat menjadi teladan bagi murid-murid. ***
Talentya Isabeth
-
there are no comments yet