Article Detail
DUA PULUH DELAPAN TAHUN PENGADIAN BAPAK ANTONIUS PURWAJI
Ramah dan selalu bersahaja itulah karakter yang paling mudah diingat dari sosok guru yang satu ini. Bapak Antonius Purwaji namanya. Ia telah mengabdikan diri di SMA Santo Yosef selama dua puluh delapan tahun. Menjadi seorang guru bagi Bapak Antonius Purwaji merupakan sebuah kebanggaan, karena melalui profesi ini ia dapat memberikan sumbangan nyata dalam upaya membangun generasi muda yang kompeten dan berakhlak mulia. Di usianya yang tak bisa lagi disebut muda, Bapak Antonius Purwaji tentu memiliki segudang pengalaman yang menarik untuk dibagikan. Apalagi beliau dikenal sebagai sosok guru yang taat administratif dan selalu mendukung segala kebijakan yang dapat membawa perubahan lembaga ke arah yang lebih baik. Bersama Tim Redaksi Matapena Bapak Antonius Purwaji berbagi pandangan yang merupakan hasil refleksi beliau selama menjadi pendidik di Yayasan Tarakanita Wilayah Lahat.
Guru Tarakanita Harus Seperti Gembala Di Timur Tengah
Dalam perspektif Bapak Antonius Purwaji, pribadi seorang gembala di daerah timur tengah sangatlah berbeda. Menurut beliau, gembala di Timur Tengah mengenal betul domba-domba yang mereka gembalakan. Mereka memberi nama setiap domba yang mereka miliki, begitu pula sebaliknya domba-domba pun sangat mengenal sosok tuannya. Gembala sangat mencintai domba-dombanya, kalau ada satu domba saja yang hilang, sang gembala rela meninggalkan kumpulan domba yang banyak untuk mencari domba yang hilang tersebut hingga ditemukan.
Bapak Antonius Purwaji sesungguhnya memiliki kerinduan untuk bisa menampilkan diri sebagai gembala yang mau melayani domba-dombanya dengan sepenuh hati susuai dengan visi dan misi lembaga. Analogi Pendidik Tarakanita seperti gembala di timur tengah menyiratkan pesan bahwa sejauh ini Karyawan Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Lahat belum sepenuhnya mampu menampilkan diri sebagai sosok yang mau melayani dengan tulus hati layaknya seorang gembala.
Lebih lanjut Bapak Antonius Purwaji menceritakan bahwa Gembala Timur Tengah saat menggembalakan domba-dombanya selalu membawa tongkat dan berjalan paling depan. Tongkat digunakan sebagai senjata untuk menghadapi musuh, terkadang digunakan untuk menyambuk domba yang kurang bergairah atau malas berjalan. Cambukan sang gembala terhadap domba yang malas merupakan bentuk motivasi dan wujud cinta-kasih terhadap domba-dombanya.
Sifat seperti ini seyogyanya harus dimiliki seorang Pendidik Takanita dalam pelayanannya. Seorang Pendidik Taraknita harus berani menampilkan diri sebagai teladan bagi segala hal yang bersifat positif. Seorang pendidik tarakanita juga harus punya kepekaan dan rasa peduli terhadap perkembangan siswanya. Ketika siswa mulai keluar dari jalur, guru wajib meluruskan, tidak masalah jika guru harus menggunakan cara-cara yang sedikit keras, asalkan tidak di luar batas.
Sifat lain yang dimiliki seorang gembala di Timur Tengah sebelum menggembalakan domba-dombanya adalah ia terlebih dahulu berjuang mencari padang rumput. Selanjutnya, gembala memasang tanda dan mendirikan tenda yang akan digunakan sebagai tempat berlindung domba-domba agar tidak diserang musuh yang biasa datang di malam hari untuk memangsa domba. Para gembala merasa bertanggung jawab untuk melindungi domba-dombanya dari segala ancaman.
Dalam hal kepemimpinan, seorang pemimpin di Yayasan Tarakanita harus selalu berpihak kepada yang dipimpin. Seorang pemimpin yang baik harus bisa memberikan rasa aman, damai, dan terjaga kepada orang yang dipimpin. Seorang pemimpin harus bisa memberi motivasi di kala bawahan mulai putus asa, seorang pemimpin harus bisa memberikan suntikan semangat di kala bawahan mulai merasa lelah dan bosan menjalani rutinitas pekerjaan.
Gembala di Timur Tengah sering dihadapkan dengan cuaca ekstrem. Untuk itu, gembala dituntut harus mampu membaca cuaca, karena cuaca di sana sangat tidak ramah, siang hari suhu panas bisa mencapai 40 derajat Celcius. Saat malam hari, suhu bisa di bawah 0 derajat Celcius yang bisa membahayakan domba. Ancaman cuaca seperti badai pasir panas juga harus selalu diwaspadai.
Dalam hal ini seorang pemimpin harus memiliki kemampuan membaca tanda-tanda perubahan zaman, setiap perubahan yang terjadi, khususnya yang dapat memengaruhi kelangsungan lembaga harus sungguh-sungguh dipahami. Seandainya lembaga mengalami goncangan, pemimpin harus bisa memberikan solusi secara cepat dan akurat.
Guru Tarakanita Harus Kuat Seperti Pendaki Gunung
Mendaki gunung identik dengan kelompok pencinta alam bila hendak mendaki puncak gunung membutuhkan persiapan yang matang baik itu pakaian yang dikenakan, sepatu khusus pendaki, tenda, perbekalan makanan, obat-obatan, peralatan yang mendukung untuk pendakian dan lain sebagainya.
Pendidik Tarakanita haruslah membekali diri dengan bekal pengetahuan yang memadai layaknya seorang pendaki gunung. Pendidik Tarakanita harus peka terhadap berbagai perubahan, khususnya dalam dunia pendidikan. Setiap hari pendidik Taraknita harus bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk perkembangan dirinya. Yayasan Tarakanita telah menyiapkan segala fasilitas yang dibutuhkan untuk pengembangan pribadi pendidik, pilihan ada ditangan pendidik, apakah sudah cukup puas dengan apa yang dimiliki sekarang, atau ingin lebih mengembangkan diri menjadi lebih baik?
Mendaki gunung membutuhkan fisik yang kuat mengingat sisi tebing banyak yang terjal, berbatu , licin dan semakin tinggi pendakian fisik pun semakin lelah, kondisi alam berubah, semakin tinggi pendakian oksigin semakin menipis, bila fisik tidak mendukung bisa-bisa si pendaki kekurangan oksigen, kram, bahkan pingsan. Oleh karena itu, para pendaki harus paham betul akan kondisi alam saat pendakian.
Sama seperti pendaki gunung, Pendidik Tarakanita harus memiliki kondisi yang prima, baik secara jasmani maupun rohani. Dalam menjalankan tugas perutusan, seorang Pendidik Tarakanita dituntut untuk bisa menampilkan semangat layanan prima demi kepuasan masyarakat customer. Semangat layanan prima menjadi karakteristik Yayasan Tarakanita yang sulit dijumpai di tempat lain.
Selain itu, Pendidik Taraknita juga harus sehat secara rohani. Pendidik Tarakanita harus mampu menampilkan diri sebagai motor penggerak di lingkungan masyarakat terkait semangat hidup menggereja. Pendidik Taraknita tidak hanya mengajarkan teori tentang iman, tetapi juga harus mau tampil sebagai teladan bagi masyarakat dalam hidup menggereja.
Guru Tarakanita Hendaknya Seperti Sepeda Ontel
Di masa lalu sepeda menjadi kendaraan favorit yang setia menghantarkan tuannya kemanapun sang tuan mau. Sepeda dibuat dengan berbagai variasi dan setiap sepeda terdiri dari komponen-komponen antara yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Masing-masing komponen mempunyai fungsi dan peranan masing-masing, sehingga sepeda pada akhirnya dapat berfungsi sebagai kendaraan angin yang handal.
Bagi seorang pemimpin yang menahkodai sebuah organisasi atau instansi, ia dituntut untuk bisa memberi jalan terang agar seluruh komponen yang ada dalam organisasi tersebut bisa mencapai tujuan yang diinginkan.
Jabatan sebagai seorang pemimpin selalu menjadi idaman bagi setiap insan, karena dipandang dapat menaikkan status sosial, akan tetapi yang perlu diingat adalah bahwa seorang pemimpin tidak cukup hanya duduk dan memerintah, tetapi memiliki kewajiban untuk mengemudikan jalannya organisasi hingga bisa berjalan stabil, lancar, dan nyaman hingga sampai pada tujuan yang ditentukan. Seorang pemimpin juga dituntut untuk betul-betul memahami keadaan dan kondisi kendaraan yang hendak dijalankan.
Sebuah sepeda merupakan rakitan dari berbagai onderdil yang digabung menjadi sebuah sepeda. Penempatan dan pengabungan onderdil hendaknya sesuai dengan posnya masing-masing agar dapat berfungsi dengan maksimal. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa penempatan personil atau karyawan harus sesuai dengan bidang keahlian, sehingga dapat mendukung efektivitas kerja dan dapat menghasilkan karya maksimal.
Guru Tarakanita Harus Seperti Pembalap
Seorang pemimpin dan guru di Yayasan Tarakanita harus memiliki sifat-sifat seperti pembalap. Umumnya seorang pembalap memiliki sifat-sifat dasar yang dibutuhkan untuk menjadi yang terdepan.
Sifat-sifat dasar seorang pembalap antara lain: seorang pembalap punya ambisi untuk menjadi juara, berani menerima dan menghadapi tantangan, selalu berupaya memahami dan mempelajari kondisi medan yang ada, mengenali lebih dalam kondisi kendaraan yang akan di gunakan, menyiapkan fisik dan mental untuk menerima segala risiko yang baik maupun yang buruk, membutuhkan orang lain sebagai pelatih, pendamping ataupun penasehat, dan membutuhkan tempat reparasi atau bengkel.
Bapak Antonius Purwaji sangat mengharapkan Guru-Guru Tarakanita, khususnya guru-guru muda untuk memiliki sifat-sifat dasar seorang pembalap dalam melaksanakan tugas perutusan di SMA Santo Yosef. Guru Tarakanita harus punya mental juara dan selalu ingin menjadi yang terdepan terkait profesinya sebagai seorang guru.
Refleksi pribadi Bapak Antonius Purwaji
disunting oleh Welly Hadi Nugroho Seran, S. Pd.
-
there are no comments yet